Jakarta — Neraca dagang Indonesia terus menunjukkan tren positif. Pada Maret 2025, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa neraca dagang Indonesia kembali mencetak surplus sebesar US$ 4,33 miliar. Dengan capaian ini, Indonesia berhasil mempertahankan posisi surplus selama 59 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan bahwa surplus kali ini ditopang oleh kuatnya kinerja ekspor nonmigas, yang mencapai US$ 6 miliar. Beberapa komoditas utama yang menjadi pendorong surplus adalah lemak hewan/nabati, bahan bakar mineral, serta besi dan baja.
Namun, di sisi lain, neraca perdagangan migas masih mencatatkan defisit sebesar US$ 1,67 miliar. Kontributor utama defisit berasal dari hasil minyak olahan dan minyak mentah.
Total ekspor Indonesia pada Maret 2025 mencapai US$ 23,25 miliar atau naik 5,95% dibandingkan bulan sebelumnya. Ekspor migas tercatat US$ 1,4 miliar, mengalami kenaikan signifikan sebesar 28,81%. Sementara itu, ekspor nonmigas turut meningkat 4,71% menjadi US$ 21,80 miliar.
Amalia menambahkan bahwa peningkatan ekspor bulanan terutama disumbang oleh logam, rak dan abu, besi baja, serta mesin dan perlengkapan elektrik. Komoditas-komoditas ini menunjukkan pemulihan permintaan global dan daya saing ekspor nasional yang mulai menguat.
Sementara itu, impor nasional tercatat mencapai US$ 18,92 miliar, naik tipis 0,38% secara bulanan. Impor migas naik 9,07% menjadi US$ 3,13 miliar, sedangkan impor nonmigas justru turun 1,18% menjadi US$ 15,79 miliar.
Secara tahunan, nilai impor mengalami peningkatan 5,34%. Namun demikian, tren tersebut didominasi oleh lonjakan impor nonmigas, yang naik 7,91%, sedangkan migas justru mencatat penurunan 5,98%.
Konsistensi surplus neraca dagang Indonesia selama 59 bulan ini menjadi sinyal positif bagi fundamental ekonomi nasional. Namun, perhatian tetap perlu diarahkan pada fluktuasi impor migas dan dampaknya terhadap neraca pembayaran secara keseluruhan.