Pelaku Pasar Kian Pesimistis, IHSG Terhimpit Tekanan Ekonomi Global dan Domestik

Pelaku Pasar Kian Pesimistis, IHSG Terhimpit Tekanan Ekonomi Global dan Domestik

March 19, 2025

Share:

Pasar modal Indonesia memasuki fase penuh tekanan di tengah meningkatnya pesimisme investor terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Ketua Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI), David Sutyanto, mengungkapkan bahwa kondisi pasar semakin tertekan dengan indeks Analisis Sensitivitas Modal (CSA Index) Maret 2025 yang merosot ke angka 47,6, pertama kalinya berada di bawah level 50. Angka ini menjadi sinyal kuat bahwa kepercayaan investor terhadap stabilitas dan prospek pasar modal semakin menurun, seiring dengan tren penurunan signifikan yang telah terjadi sejak bulan sebelumnya.

Pada Februari 2025, IHSG mengalami pelemahan tajam sebesar 11,8%, membawa indeks ke level 6.270. Penurunan tersebut dipicu oleh kombinasi berbagai faktor, baik dari dalam negeri maupun global, yang menciptakan tekanan luar biasa bagi pasar. Salah satu penyebab utama adalah pelemahan nilai tukar rupiah yang terus berlanjut. Fluktuasi nilai mata uang ini menggerus kepercayaan investor terhadap aset berisiko, termasuk saham, yang berimbas pada arus modal keluar dari pasar Indonesia.

Di tingkat global, dinamika kebijakan ekonomi Amerika Serikat semakin memperkeruh situasi. Pemerintahan Presiden Donald Trump menerapkan kebijakan perdagangan yang lebih proteksionis, memperketat tarif impor dan meningkatkan ketidakpastian hubungan dagang dengan Tiongkok. Kebijakan ini tidak hanya mempengaruhi pasar keuangan di negara-negara maju, tetapi juga memberikan dampak besar terhadap ekonomi negara berkembang seperti Indonesia. Investor global semakin waspada terhadap risiko perlambatan ekonomi yang dapat menghambat pertumbuhan pasar modal secara keseluruhan.

Kondisi semakin kompleks dengan lonjakan inflasi di Amerika Serikat yang melampaui ekspektasi pasar. Hal ini memicu spekulasi bahwa Federal Reserve (The Fed) akan menerapkan kebijakan moneter yang lebih ketat, termasuk kenaikan suku bunga yang lebih agresif. Jika skenario ini terjadi, arus modal asing yang selama ini mengalir ke pasar negara berkembang berpotensi besar mengalami pembalikan arah, menyebabkan tekanan lebih lanjut terhadap pasar modal Indonesia.

Di dalam negeri, tekanan terhadap IHSG juga datang dari indikator ekonomi yang menunjukkan perlambatan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pada Februari 2025 terjadi deflasi sebesar 0,09% secara tahunan. Deflasi ini menjadi indikasi bahwa daya beli masyarakat melemah, yang berpotensi menghambat pertumbuhan konsumsi domestik sebagai salah satu pendorong utama ekonomi nasional. Lemahnya konsumsi rumah tangga ini menimbulkan kekhawatiran terhadap kinerja emiten di berbagai sektor, terutama yang bergantung pada pasar domestik.

Selain itu, pemangkasan anggaran yang dilakukan oleh pemerintah juga semakin memperparah kondisi pasar. Berkurangnya belanja negara berpotensi memperlambat proyek-proyek infrastruktur dan mengurangi alokasi dana ke sektor-sektor strategis, yang pada akhirnya menekan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Ditambah dengan maraknya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di beberapa sektor industri, pasar semakin dihantui ketidakpastian mengenai stabilitas ekonomi nasional.

Tekanan yang meningkat ini semakin diperparah oleh keputusan Morgan Stanley yang menurunkan peringkat saham Indonesia dalam indeks Morgan Stanley Capital International (MSCI). Langkah ini menyebabkan aksi jual oleh investor institusional yang mengandalkan MSCI sebagai acuan dalam menyusun portofolio mereka. Akibatnya, tekanan jual di pasar saham semakin besar, mempercepat pelemahan IHSG yang telah berlangsung selama beberapa waktu terakhir.

Dalam situasi penuh ketidakpastian ini, CSA Index mencatat adanya pergeseran preferensi sektor investasi di kalangan pelaku pasar. Untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir, sektor keuangan tidak lagi menjadi pilihan utama investor. Sebaliknya, sektor energi dan barang konsumsi non-primer justru mengalami peningkatan minat, menggeser dominasi sektor perbankan yang sebelumnya menjadi andalan dalam investasi saham. Tren ini mencerminkan ketidakpercayaan terhadap stabilitas sektor keuangan, yang mengalami tekanan akibat meningkatnya risiko kredit dan pelemahan harga saham bank-bank besar.

Ekspektasi terhadap pergerakan IHSG dalam jangka menengah pun mengalami revisi signifikan. Jika sebelumnya target indeks dalam 12 bulan ke depan dipatok pada level 8.243, kini target tersebut diturunkan menjadi 7.125. Revisi ini mencerminkan kehati-hatian investor dalam menghadapi kondisi pasar yang masih penuh tantangan.

Meskipun demikian, beberapa faktor masih dapat menjadi pendorong pemulihan pasar. Bank Indonesia diharapkan dapat mengambil langkah-langkah kebijakan moneter yang lebih akomodatif guna menjaga stabilitas ekonomi. Selain itu, peningkatan konsumsi masyarakat selama bulan Ramadan dapat menjadi katalis positif yang memberikan dorongan bagi sektor tertentu di pasar saham. Namun, dengan kondisi pasar yang masih bergejolak, investor dihadapkan pada tantangan besar dalam menavigasi dinamika ekonomi yang terus berkembang.