Gita Wirjawan Serukan Keterbukaan Indonesia untuk Tingkatkan Produktivitas di Era Persaingan Global

Share:

Mantan Menteri Perdagangan Indonesia, Gita Wirjawan, secara tegas menyerukan perlunya Indonesia untuk membuka diri dalam menerima tenaga kerja asing sebagai upaya strategis untuk meningkatkan produktivitas nasional yang saat ini masih tertinggal jauh dibandingkan negara-negara maju. Dalam sebuah diskusi terbaru, Gita mengungkapkan bahwa produktivitas per kapita Indonesia saat ini hanya berkisar US$25.000 per tahun, sedangkan Singapura, yang telah sukses memanfaatkan tenaga kerja asing, berhasil mencapai produktivitas sebesar US$211.000 per tahun.

Menurut Gita, keberhasilan Singapura dalam menciptakan ekosistem yang terbuka bagi tenaga kerja asing telah berdampak langsung pada peningkatan inovasi, produktivitas, dan daya saing global negara tersebut. Hal ini, katanya, harus menjadi pelajaran bagi Indonesia yang cenderung lebih tertutup. “Jika kita tidak segera meningkatkan produktivitas, kita akan semakin tertinggal dari negara-negara yang lebih maju seperti Tiongkok,” tegas Gita.

Urgensi Meningkatkan Produktivitas Tenaga Kerja Indonesia

Tantangan besar yang dihadapi Indonesia saat ini adalah produktivitas tenaga kerja yang masih sangat rendah. Berdasarkan data dari Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) tahun 2022, produktivitas tenaga kerja Indonesia hanya mencapai US$13,1 per jam. Angka ini menempatkan Indonesia di peringkat ke-107 dari 185 negara di dunia, jauh di bawah negara-negara maju seperti Luksemburg dengan US$128,1 per jam dan Singapura dengan US$73,7 per jam.

Gita menyatakan bahwa peningkatan produktivitas ini tidak bisa dicapai hanya dengan mengandalkan tenaga kerja lokal. Indonesia harus membuka diri dan menyambut tenaga kerja asing yang memiliki keahlian dan pengalaman di berbagai sektor industri strategis. Dengan begitu, transfer pengetahuan dan teknologi dari tenaga kerja asing kepada tenaga kerja lokal dapat membantu mempercepat peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja Indonesia.

Visi Indonesia Emas 2045: Keterbukaan sebagai Kunci

Dalam visinya untuk mencapai Indonesia Emas 2045, Gita menekankan pentingnya keterbukaan terhadap dunia luar, baik dalam bentuk perdagangan, investasi, maupun tenaga kerja asing. “Indonesia harus siap bersaing di kancah global. Populasi besar kita adalah aset, tetapi tanpa kualitas yang memadai, kita tidak akan mampu memaksimalkan potensi ini,” jelasnya.

Gita juga menggarisbawahi bahwa salah satu masalah mendasar yang dihadapi Indonesia adalah kurangnya keahlian yang dibutuhkan di sektor-sektor penting, seperti teknologi, kesehatan, dan pendidikan. Ia menyarankan bahwa peningkatan akses terhadap pendidikan berkualitas dan pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan industri global adalah langkah penting yang harus segera diambil.

Penguasaan Bahasa Inggris sebagai Daya Saing

Selain itu, Gita menekankan bahwa penguasaan bahasa Inggris adalah salah satu kunci penting untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia di pasar internasional. Dengan kemampuan bahasa Inggris yang lebih baik, tenaga kerja Indonesia akan lebih mudah beradaptasi dan bersaing di pasar global. Sebagai perbandingan, Filipina, yang dikenal memiliki tenaga kerja dengan kemampuan bahasa Inggris yang baik, mampu menghasilkan remitansi hingga US$80 miliar hingga US$100 miliar per tahun, jauh lebih tinggi dibandingkan Indonesia yang hanya mencapai US$15 miliar hingga US$20 miliar per tahun.

Gita menyampaikan hal ini dalam sebuah konferensi pers bertajuk #NextMillionJobs yang diadakan oleh Jobstreet, di mana ia menekankan bahwa investasi dalam pengembangan kemampuan bahasa Inggris akan memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan kualitas tenaga kerja Indonesia dan ekonomi nasional secara keseluruhan.

Langkah Nyata Menuju Indonesia Emas 2045

Pada akhirnya, Gita menegaskan bahwa untuk mencapai target Indonesia Emas 2045, Indonesia harus siap melakukan reformasi besar-besaran, termasuk dalam hal keterbukaan terhadap tenaga kerja asing dan pengembangan kualitas sumber daya manusia. Tanpa langkah nyata ini, Indonesia akan semakin tertinggal dalam persaingan global yang semakin ketat.