Dampak Kabinet Gemuk Prabowo-Gibran Terhadap APBN: Sebuah Analisis Politik

Share:

Hendri Satrio (Hensat), seorang analis komunikasi politik, memberikan pandangannya terkait dampak yang berpotensi ditimbulkan oleh rencana pembentukan kabinet gemuk oleh pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Berdasarkan informasi yang ada, kabinet ini akan terdiri dari 104 hingga 106 menteri dan wakil menteri, termasuk beberapa kementerian baru yang akan dipecah dari kementerian-kementerian yang ada saat ini. Menurut Hensat, struktur kabinet yang besar ini tidak hanya akan mempersulit pengelolaan pemerintahan, tetapi juga akan memberikan beban finansial yang signifikan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Dalam analisisnya, Hensat menjelaskan bahwa meskipun Prabowo berusaha meyakinkan publik bahwa pembentukan kabinet ini tidak akan membebani APBN, kenyataannya adalah biaya untuk mempertahankan kabinet yang besar tetap akan menguras anggaran negara. Pengeluaran ini tidak hanya terbatas pada belanja pegawai seperti gaji dan tunjangan menteri, tetapi juga mencakup belanja modal yang lebih luas, seperti pembangunan fasilitas baru yang diperlukan untuk mendukung kinerja kementerian-kementerian tambahan. Dengan demikian, meskipun ada janji untuk mengelola anggaran dengan efisien, beban APBN sudah tidak terelakkan.

Lebih lanjut, Hensat menilai bahwa keputusan untuk membentuk kabinet gemuk ini didorong oleh dinamika politik pasca Pilpres 2024. Kemenangan Prabowo dalam pemilihan presiden tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak, termasuk partai-partai politik dan figur-figur penting yang turut menyukseskan kampanyenya. Sebagai konsekuensinya, Prabowo perlu memberikan penghargaan kepada mereka dengan menempatkan mereka dalam posisi strategis di kabinet. Hal ini membuat kabinet Prabowo menjadi lebih besar dari yang seharusnya, karena ia harus menyesuaikan struktur pemerintahan untuk mengakomodasi kepentingan politik dari para pendukungnya.

Hensat juga menyoroti potensi pembengkakan belanja pemerintah yang akan terjadi akibat adanya perubahan nomenklatur kementerian. Beberapa kementerian diprediksi akan dipecah menjadi kementerian baru, yang tentu saja membutuhkan anggaran tambahan untuk operasionalisasi, termasuk penyediaan sumber daya manusia dan infrastruktur pendukung. Hal ini menurutnya akan memberikan tekanan besar pada APBN, dan dalam jangka panjang bisa mengganggu stabilitas fiskal negara.

Meski demikian, Hensat tidak menampik bahwa komposisi kabinet Prabowo juga memiliki kesamaan dengan kabinet yang dijalankan oleh Presiden Joko Widodo. Banyak menteri era Jokowi yang diperkirakan akan kembali menduduki posisi di kabinet Prabowo, dan ini menunjukkan bahwa ada upaya kesinambungan kebijakan antara kedua pemerintahan tersebut. Dalam konteks ini, Hensat menilai bahwa Prabowo kemungkinan akan melanjutkan berbagai proyek dan program yang telah dirintis oleh Jokowi, terutama yang berkaitan dengan pembangunan infrastruktur dan sektor-sektor strategis lainnya.

Namun, salah satu aspek yang menjadi perhatian Hensat adalah warisan utang yang ditinggalkan oleh pemerintahan Jokowi. Menurutnya, utang yang besar ini akan menjadi beban yang harus dihadapi oleh Prabowo dalam menjalankan pemerintahannya. Untuk melanjutkan proyek-proyek strategis yang telah dimulai oleh Jokowi, Prabowo kemungkinan akan tetap bergantung pada pembiayaan melalui utang, seperti yang dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya. Ini, tentu saja, menambah tantangan bagi Prabowo dalam menjaga stabilitas keuangan negara.

Di tengah berbagai kekhawatiran ini, Hensat tetap optimis bahwa Prabowo memiliki kapasitas untuk menjalankan pemerintahan dengan baik. Ia menyarankan agar publik tetap memberikan kesempatan kepada Prabowo untuk membuktikan kepemimpinannya setelah dilantik secara resmi. Menurutnya, meskipun kabinet Prabowo terlihat besar dan penuh dengan kompromi politik, Prabowo akan dapat bergerak lebih bebas setelah ia berhasil mengkonsolidasikan pemerintahannya. Pada tahap itu, ia bisa lebih fokus pada pengambilan kebijakan yang strategis dan berorientasi pada kepentingan rakyat.

Hensat menutup analisanya dengan menyatakan bahwa tantangan terbesar bagi Prabowo adalah bagaimana ia bisa mengelola kabinetnya yang besar secara efisien, sehingga tidak memberikan beban yang berlebihan pada APBN. Jika Prabowo berhasil mengatasi tantangan ini, ia bisa menjadi pemimpin yang diharapkan oleh masyarakat Indonesia.