Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada Kamis, 22 Agustus 2024, resmi mengesahkan Revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) menjadi undang-undang, meskipun terjadi unjuk rasa besar yang digelar di depan Gedung DPR. Keputusan ini diambil dalam Rapat Paripurna yang berlangsung pada pukul 09.30 WIB, dengan agenda utama pembahasan tingkat II RUU Pilkada.
Seluruh fraksi di DPR, kecuali Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), telah menyetujui draf RUU Pilkada untuk dibawa ke rapat paripurna. Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Achmad Baidowi atau yang kerap disapa Awiek, mengonfirmasi bahwa pengesahan RUU ini akan dilakukan pada rapat paripurna hari ini.
“Paripurna terdekat itu berdasarkan jadwal kalau enggak salah besok [hari ini] ya. Insya Allah besok. Nanti akan disahkan di paripurna RUU ini,” ujar Awiek di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8).
Protes dari Berbagai Elemen Masyarakat
Keputusan untuk mengesahkan RUU Pilkada ini mendapat penolakan keras dari berbagai elemen masyarakat. Ribuan mahasiswa, buruh, dan organisasi masyarakat sipil diperkirakan akan berkumpul di depan Gedung DPR untuk menyuarakan penolakan mereka. Aksi unjuk rasa ini dipicu oleh ketidakpuasan atas langkah DPR yang dianggap melawan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Sekretaris Jenderal Partai Buruh, Ferri Nuzarli, mendesak DPR untuk tidak mengabaikan putusan MK terkait syarat pencalonan kepala daerah. Ia memprediksi bahwa sekitar 5.000 orang akan hadir dalam aksi tersebut, terdiri dari buruh, petani, dan nelayan yang datang dari berbagai daerah di Jabodetabek.
Ferri juga memperingatkan DPR agar tidak membuat keputusan yang bertentangan dengan putusan MK. Dia menegaskan bahwa Partai Buruh siap berjuang habis-habisan jika DPR tetap mengesahkan RUU Pilkada ini.
“Kami akan lawan apabila keputusan MK ini diubah, atau digoyang, atau diganggu. Kami akan kawal terus keputusan ini, sampai kiamat pun kami akan perang,” kata Ferri dengan nada serius.
Proses Pengesahan yang Singkat
Pengesahan RUU Pilkada ini terjadi dalam waktu singkat. Hanya dalam waktu kurang dari tujuh jam, Badan Legislasi DPR menyetujui draf RUU ini, meskipun terdapat berbagai interupsi dari fraksi PDIP yang menolak pengesahan. RUU ini dibahas sehari setelah Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan baru mengenai syarat pencalonan pilkada, namun DPR tidak sepenuhnya mengakomodasi putusan tersebut.
Isi Penting RUU Pilkada
Salah satu perubahan signifikan dalam RUU Pilkada ini adalah terkait ambang batas pencalonan kepala daerah dari jalur partai politik. Syarat ini hanya berlaku untuk partai yang tidak memiliki kursi di DPRD, sementara partai yang memiliki kursi di DPRD tetap harus memenuhi syarat 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara pada pemilu sebelumnya.
Perubahan lainnya adalah terkait batas usia minimal calon gubernur dan wakil gubernur. DPR memutuskan untuk mengikuti putusan Mahkamah Agung (MA), yang menentukan bahwa batas usia calon gubernur akan dihitung pada saat pelantikan calon terpilih.
Implikasi Pengesahan RUU Pilkada Pengesahan RUU Pilkada di tengah aksi unjuk rasa besar ini menunjukkan bahwa DPR tetap pada pendiriannya meskipun mendapat tekanan dari berbagai pihak. Langkah ini diprediksi akan memperkuat dinamika politik di Indonesia, terutama menjelang pemilihan umum yang akan datang. Bagaimana dampak pengesahan ini terhadap proses demokrasi di Indonesia akan menjadi perhatian utama dalam waktu dekat.