PT Pertamina Patra Niaga memastikan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax dengan Research Octane Number (RON) 92 yang dipasarkan ke masyarakat memiliki kualitas terbaik dan sesuai standar yang ditetapkan. Perusahaan menegaskan bahwa seluruh tahapan produksi dan distribusi Pertamax telah melalui pengawasan ketat, sehingga konsumen tidak perlu meragukan keasliannya.
Pelaksana Tugas Harian (PTH) Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo, menekankan bahwa ada dua sumber utama dalam pengadaan BBM RON 92 ini, yakni produksi dari kilang milik Pertamina sendiri serta impor dari luar negeri. Dalam setiap proses tersebut, Pertamina selalu melakukan serangkaian uji laboratorium guna memastikan bahwa bahan bakar yang diterima dan didistribusikan benar-benar memenuhi standar kualitas yang ditetapkan.
Menurut Ega, sejak BBM diimpor ataupun diproduksi di dalam negeri, Pertamina telah menerapkan prosedur pengujian yang ketat. Sebelum bahan bakar dikirim dari kilang atau dari negara asal impor, dilakukan pemeriksaan laboratorium sebelum pemuatan (before loading). Setelah bahan bakar tiba di terminal penerima, dilakukan pengujian kembali setelah pemuatan (after loading). Setibanya di fasilitas penyimpanan Pertamina, BBM kembali melalui tahapan pengecekan berkala untuk memastikan kualitas tetap terjaga. Proses ini terus berlangsung hingga bahan bakar dikirim ke Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), sehingga konsumen mendapatkan BBM dengan mutu terbaik.
Lebih lanjut, Ega membantah dugaan bahwa Pertamina melakukan pencampuran BBM untuk meningkatkan angka oktan hingga mencapai RON 92. Ia menegaskan bahwa BBM RON 92 yang diimpor maupun yang dihasilkan dari kilang sudah memiliki angka oktan yang sesuai standar. Proses yang dilakukan Pertamina bukanlah pencampuran BBM, melainkan hanya menambahkan aditif guna meningkatkan performa bahan bakar serta memberikan manfaat tambahan bagi kendaraan.
Ia menjelaskan bahwa dalam industri minyak dan gas, penambahan aditif merupakan praktik yang lazim dilakukan oleh berbagai perusahaan. Aditif yang ditambahkan pada Pertamax tidak berfungsi untuk mengubah angka oktan, melainkan bertujuan untuk meningkatkan stabilitas bahan bakar, memperbaiki efisiensi pembakaran, serta memberikan perlindungan ekstra bagi mesin kendaraan. Proses ini juga mencakup penambahan pewarna untuk membedakan jenis bahan bakar yang dijual di pasaran.
Selain itu, Ega menegaskan bahwa tidak ada fasilitas di Pertamina yang dapat digunakan untuk mengubah angka oktan BBM melalui pencampuran bahan bakar lain. Proses yang dilakukan Pertamina hanya terbatas pada penambahan aditif serta pewarnaan, bukan untuk memanipulasi kandungan BBM.
Pertamina juga terus meningkatkan transparansi dalam pengawasan distribusi bahan bakar guna mencegah adanya praktik kecurangan atau pengoplosan. Perusahaan secara berkala berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan serta Bareskrim Polri untuk melakukan inspeksi mendadak dan pengawasan ketat terhadap penyaluran BBM di berbagai titik.
Dalam RDPU dengan Komisi XII DPR RI, Presiden Direktur dan Country Chair Shell Indonesia, Ingrid Siburian, turut memberikan penjelasan serupa. Ia mengungkapkan bahwa Shell juga melakukan proses penambahan aditif terhadap BBM RON 92 yang diimpor guna meningkatkan manfaat produk bagi kendaraan. Ia menekankan bahwa aditif tersebut tidak mengubah angka oktan, melainkan memberikan keunggulan tambahan bagi bahan bakar yang digunakan konsumen.
Hal senada disampaikan oleh Presiden Direktur PT Aneka Petroindo Raya (bp-AKR), Vanda Laura. Ia menjelaskan bahwa prosedur yang dilakukan di perusahaannya tidak berbeda jauh dengan yang diterapkan oleh Pertamina dan Shell. Setiap BBM yang diimpor telah melalui tahap pemeriksaan ketat sejak di negara asal hingga tiba di terminal penyimpanan di Indonesia.
Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Haryadi, menekankan pentingnya transparansi dari seluruh badan usaha penyedia BBM, terutama Pertamina, dalam menjelaskan kepada publik bahwa tidak ada praktik pengoplosan dalam produksi dan distribusi Pertamax. Ia juga mengingatkan agar tidak ada opini yang berkembang di masyarakat bahwa Pertamax memiliki kualitas yang sama dengan Pertalite, sebab keduanya merupakan produk dengan spesifikasi yang berbeda.
Dalam diskusi tersebut, Bambang juga menyampaikan bahwa ia menerima laporan terkait penurunan volume penjualan BBM Pertamina setelah munculnya isu dugaan pengoplosan Pertamax. Oleh karena itu, ia mendorong Pertamina untuk lebih proaktif dalam memberikan edukasi dan klarifikasi kepada masyarakat guna menjaga kepercayaan publik terhadap kualitas BBM yang dipasarkan.