Pemutihan Utang UMKM: Harapan Baru Bagi Pelaku Usaha dan Ujian bagi Perbankan

Share:

Rencana pemerintah untuk menerbitkan kebijakan pemutihan utang bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melalui peraturan presiden (perpres) terbaru dinilai memberikan angin segar bagi pelaku usaha yang tengah berupaya keluar dari tekanan finansial. Langkah ini diharapkan mampu meringankan beban UMKM, termasuk para petani dan nelayan, yang selama ini kesulitan memenuhi kewajiban kredit. Namun, sektor perbankan diimbau untuk menyiapkan strategi mitigasi agar kebijakan ini tidak menimbulkan dampak yang tidak diinginkan.

Josua Pardede, Kepala Ekonom Bank Permata, menyampaikan bahwa pemutihan utang akan memberikan dampak langsung bagi peningkatan likuiditas UMKM. Dengan penghapusan utang, pelaku usaha dapat memanfaatkan dana yang sebelumnya dialokasikan untuk melunasi kredit menjadi modal bagi pengembangan usaha. Dalam pandangan Josua, hal ini juga mendorong peningkatan daya beli UMKM, yang akhirnya akan menggerakkan perekonomian lokal serta menambah kontribusi UMKM dalam pemulihan ekonomi nasional.

Lebih lanjut, Josua menyebutkan bahwa pemutihan utang dapat menjadi momentum penting bagi sektor perbankan untuk memperluas jangkauan keuangan inklusif. Pelaku usaha yang terbebas dari utang berpeluang untuk kembali mengakses layanan perbankan. Bank pun dapat memanfaatkan kondisi ini untuk menawarkan produk-produk pinjaman, seperti kredit usaha rakyat (KUR) atau kredit investasi, yang dapat mendukung perkembangan usaha UMKM di masa mendatang. Menurut Josua, dengan kondisi keuangan yang lebih baik, UMKM bisa menjadi mitra yang potensial bagi sektor perbankan untuk mendorong pencapaian target inklusi keuangan.

Namun, Josua juga menegaskan perlunya pengawasan ketat terhadap implementasi kebijakan ini untuk menghindari risiko moral hazard. Pemutihan utang dikhawatirkan dapat memunculkan persepsi di kalangan pelaku usaha bahwa kebijakan serupa dapat diulang di masa depan. Hal ini berpotensi mengurangi rasa tanggung jawab dalam pengelolaan keuangan mereka. Selain itu, perbankan perlu tetap menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit baru, terutama bagi debitur yang sebelumnya memiliki riwayat kredit yang kurang baik.

Di sisi lain, PT Bank Central Asia Tbk (BCA), melalui Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication-nya, Hera F. Haryn, menyampaikan bahwa pihaknya akan mengamati perpres yang akan diterbitkan dengan penuh kehati-hatian. BCA optimistis dengan kebijakan ini, namun tetap berkomitmen untuk menjaga kualitas kredit agar stabilitas keuangan tetap terjaga. Hera menjelaskan bahwa prinsip kehati-hatian ini adalah upaya agar non-performing loan (NPL) tetap berada pada angka yang terkendali dan risiko kredit macet dapat diminimalisir.

Pada September 2024, BCA berhasil menekan loan at risk (LAR) menjadi 6,1%, turun dari 7,9% pada tahun sebelumnya, sementara rasio NPL tercatat sebesar 2,1%. Angka ini mencerminkan komitmen BCA untuk menjaga kesehatan kredit, yang menurut Hera adalah hasil dari pengelolaan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) yang terukur dan pruden.

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, melalui Corporate Secretary Teuku Ali Usman, menanggapi rencana kebijakan ini dengan sikap positif. Ali menyampaikan bahwa kebijakan pemutihan utang bagi enam juta pelaku usaha kecil, termasuk petani dan nelayan, merupakan langkah yang akan memperkuat fondasi perekonomian Indonesia. Bank Mandiri mendukung penuh inisiatif ini sebagai salah satu upaya untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif.

Ali menilai bahwa sektor-sektor strategis seperti pertanian dan kelautan akan memperoleh manfaat besar dari kebijakan ini. Dalam pandangannya, pemutihan utang dapat mendorong pelaku usaha untuk meningkatkan produktivitas dan memperluas kapasitas bisnis. Ali menambahkan bahwa dukungan ini sejalan dengan komitmen Bank Mandiri untuk berperan aktif dalam mendukung pemerintah guna memulihkan perekonomian nasional pascapandemi.

Di tengah berbagai tanggapan positif, tantangan dalam pelaksanaan kebijakan pemutihan utang ini akan menjadi ujian bagi sektor perbankan dan para pelaku usaha. Implementasi yang tepat akan sangat menentukan apakah kebijakan ini dapat menjadi dorongan nyata bagi UMKM tanpa mengganggu stabilitas sektor perbankan.