Luhut Tekankan Perluasan Reformasi Birokrasi untuk Meningkatkan Efisiensi Investasi di Indonesia

Share:

Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, baru-baru ini mengungkapkan keprihatinannya tentang rendahnya efisiensi investasi Indonesia, yang tercermin dalam angka Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yang masih berada di level tinggi, yaitu 6,8. Angka ini, menurut Luhut, mencerminkan tantangan besar bagi Indonesia dalam hal efisiensi penggunaan investasi. Dibandingkan dengan negara-negara tetangga di ASEAN, seperti Vietnam (5,7), Malaysia (4,9), dan Filipina (4,4), Indonesia berada di posisi yang kurang kompetitif dalam hal efisiensi penggunaan modal.

Dalam sebuah diskusi yang bertajuk “Penguatan Transformasi Tata Kelola dalam Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Indonesia” di Jakarta pada Senin (2/12), Luhut mengingatkan pentingnya pemerintah untuk fokus pada perbaikan ICOR, yang dapat mendorong terciptanya investasi yang lebih efisien. Menurutnya, besarnya angka ICOR Indonesia menunjukkan bahwa negara ini masih membuang sumber daya yang cukup besar untuk menghasilkan output ekonomi, yang pada gilirannya menghambat potensi pertumbuhan ekonomi yang lebih besar. Luhut menyatakan bahwa Indonesia harus segera mengatasi inefisiensi ini agar dapat bersaing lebih baik di tingkat regional maupun global.

“ICOR kita masih jelek. Kalau Anda lihat ICOR kita dibandingkan dengan Filipina, dibandingkan Malaysia, Indonesia itu paling tinggi, paling tidak efisien kita. Kita harus hati-hati mengenai ini,” ujar Luhut dalam kesempatan tersebut. Ia menambahkan bahwa pemerintah harus lebih serius dalam memperbaiki efisiensi investasi, yang menurutnya masih banyak terbuang sia-sia. Hal ini berpotensi membuat Indonesia tertinggal dari negara-negara pesaing dalam hal pertumbuhan ekonomi dan daya tarik investasi.

Luhut juga menekankan bahwa DEN mencatat adanya inefisiensi dalam pengelolaan anggaran negara, yang mencapai sekitar 30% atau setara dengan Rp1.000 triliun dari total belanja negara. Ia menilai bahwa angka ini cukup besar dan perlu segera ditangani dengan langkah-langkah reformasi birokrasi yang lebih cepat dan efisien. Luhut mengungkapkan bahwa ia telah melaporkan hal ini kepada Presiden Prabowo Subianto dan meminta agar pemerintah segera mempercepat implementasi digitalisasi dalam birokrasi untuk memperbaiki sistem pengelolaan anggaran. “Ini ada uang Rp1.000 triliun. Anda mau apakan itu. Makanya, saya melapor ke presiden, kita digitilisasi semua (birokrasi) kementerian/lembaga, datanya, lalu ada audit berkala,” ujar Luhut, menegaskan perlunya transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran negara.

Sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan efisiensi tersebut, Luhut mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo akan segera meluncurkan Katalog Elektronik Versi A6, yang merupakan langkah lanjutan dari e-katalog yang sudah ada. Luhut menjelaskan bahwa dengan implementasi Katalog Elektronik Versi A6, pengadaan barang dan jasa pemerintah dapat mencakup hingga 90% dari total pengadaan yang ada saat ini. Ini diharapkan dapat memberikan efisiensi anggaran hingga 40% dan bahkan menciptakan sumber pendapatan baru bagi negara. “Presiden akan launching versi ke-6 e-katalog. Itu akan masuk 90% pengadaan barang dan jasa. Akan ada efisiensi (anggaran) hingga 40%, dan itu akan jadi source of revenue (sumber penghasilan) baru kita,” kata Luhut, menyoroti pentingnya digitalisasi dalam memajukan ekonomi negara.

Dengan langkah-langkah digitalisasi ini, Luhut optimis pemerintah dapat lebih efisien dalam mengelola sumber daya dan anggaran negara, serta menciptakan iklim investasi yang lebih baik di Indonesia. Hal ini, menurutnya, akan memberikan dampak positif yang besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan.