Daya Beli Kelas Menengah Merosot, Pemerintah Dikritik Gagal Menjaga Stabilitas Ekonomi

Share:

Penurunan daya beli masyarakat kelas menengah menjadi perhatian serius di tengah kondisi ekonomi yang kian menantang. Mohammad Faisal, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE), mengungkapkan bahwa pemerintah belum cukup fokus dalam menjaga kesejahteraan kelompok ini. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan penurunan drastis jumlah masyarakat kelas menengah dari 53,83 juta orang pada tahun 2021 menjadi 47,85 juta orang di tahun 2023, yang mencerminkan hilangnya 5,98 juta jiwa dari kelas tersebut.

Faisal menilai bahwa penurunan ini merupakan bukti nyata dari lemahnya kebijakan pemerintah dalam mengendalikan inflasi dan menjaga harga kebutuhan pokok tetap terjangkau. Menurutnya, lonjakan harga setiap tahunnya, terutama pada bahan-bahan esensial, telah menggerus pengeluaran masyarakat kelas menengah yang seharusnya mendapatkan perhatian lebih. “Kebijakan pengendalian harga yang tidak efektif membuat daya beli kelompok ini semakin menurun,” kata Faisal.

Selain inflasi, kurangnya intervensi pemerintah dalam bentuk bantuan sosial yang ditujukan kepada masyarakat kelas menengah juga mendapat sorotan. Bantalan ekonomi yang seharusnya melindungi kelompok ini dari dampak kenaikan harga, menurut Faisal, justru tidak ada atau minim. Akibatnya, masyarakat kelas menengah semakin terjepit dan harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. “Inflasi pangan telah menyerap banyak anggaran rumah tangga kelas menengah, membuat mereka kesulitan mempertahankan standar hidup,” jelasnya.

Pemerintah juga dinilai gagal dalam menciptakan lapangan pekerjaan formal yang cukup dan berkualitas, yang merupakan salah satu cara efektif untuk menjaga daya beli kelas menengah. Banyak masyarakat yang akhirnya terpaksa beralih ke sektor informal, yang seringkali tidak menawarkan kestabilan pendapatan seperti pekerjaan formal. Faisal mengingatkan pentingnya penyesuaian upah dan penciptaan lapangan kerja formal yang lebih besar untuk mendukung stabilitas ekonomi kelompok ini.

Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, juga menyoroti perlunya campur tangan pemerintah dalam menjaga daya beli kelas menengah. Ia menyarankan agar pemerintah memberikan subsidi pada kebutuhan dasar seperti bahan bakar dan pendidikan, yang menjadi beban utama bagi masyarakat kelas menengah. Nailul juga mencatat bahwa pertumbuhan pendapatan kelas menengah saat ini hanya 1,5%, sementara kebutuhan mereka meningkat tajam akibat kebijakan seperti kenaikan PPN.

Amalia Adininggar Widyasanti, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS, menambahkan bahwa data terbaru menunjukkan peningkatan jumlah pekerja informal di kalangan kelas menengah. Proporsi pekerja formal yang pada tahun 2019 mencapai 61,71% kini turun menjadi 58,65% pada tahun 2024, sementara pekerja informal naik menjadi 41,35%. Amalia menjelaskan bahwa penurunan ini menunjukkan bahwa banyak pekerja kelas menengah yang kehilangan pekerjaan formal mereka dan terpaksa beralih ke sektor informal. Dengan semakin merosotnya daya beli kelas menengah, para ahli menekankan perlunya tindakan nyata dari pemerintah untuk mencegah dampak lebih lanjut terhadap stabilitas ekonomi nasional. Kebijakan yang lebih tepat sasaran dan dukungan yang lebih kuat bagi kelompok ini diharapkan dapat membalikkan tren penurunan ini.